Selasa, 09 April 2013

BETERNAK BURUNG MERPATI INBRED, LINE BRED AND CROSS BRED ( GENETIC BREEDING III )



Untuk menerapkan genetic breeding ada baiknya kita juga mempelajari ilmu genetika atau ilmu tentang penurunan sifat. Untuk menyederhanakan permasalahan, saya gunakan saja penurunan sifat (selanjutnya kita gunakan istilah "traits" yaitu keseluruhan sifat/ciri2 fisik dan psikis yg dimiliki merpati) yang disampaikan oleh Steven van Breemen karena lebih sederhana tetapi cukup jelas dikaitkan dengan breeding merpati.

Breemen mengelompokkan traits menjadi 2, yaitu:
1.    Non Additive Traits yg meliputi vitalitas, daya tahan dan kemampuan utk pulih dari kelelahan (sign to come into form).
2.    Additive Traits yg mencakup kecerdasan, "mordant" (mental tempur) speed, dan bakat yg jarak terbang (short, medium, atau long distance). Pd bagian lain, Breemen mengelompokkan kualitas otot juga sebagai addittive traits

Non additive traits bisa hilang atau berkurang akibat dari inbreeding, namun akan dapat dipulihkan kembali melalui outcrossing. Maksudnya burung2 hasil inbreeding akan kehilangan atau mengalami penurunan vitalitas, daya tahan dsb, tetapi apabila burung tersebut di-outcross maka turunan berikutnya akan pulih kembali/normal.
Sementara additive traits akan diturunkan kepada generasi berikutnya secara "intermediary" (1/2 dari traits bapaknya + traits ibunya). Misalnya kecerdasan bapaknya 95 dan ibunya 90. Maka kecerdasan anaknya adalah 1/2 (95+90)= 92,5. Angka 92,5 bukanlah angka yg pasti tetapi hanya secara teoritis saja. Dari konsep penurunan secara intermediary ini maka dapat disimpulkan bhw kita harus selalu menyilangkan 2 indukan yg kualitasnya bagus. Yg kedua, apabila salah satu burung disilangkan dgn burung yg additive traits-nya lebih rendah akan berakibat pada penurunan kualitas additive traits pd anak/turunannya.

Kalau kita membaca buku tentang genetic breeding, maka akan dijumpai isrtilah - istilah seperti inbreeding, linebreeding, crossing, outcrossing, dll. Tetapi penggunaan istilah2 tersebut selalu tidak konsisten antara penulis yang satu dgn yg lainnya. Untuk itu saya kira perlu menyemakan persepsi mengenai arti dari istilah2 tsb.
1.    Inbreeding adalah penyilangan jantan dan bertina yg mempunyai hubungan darah sangat dekat, yaitu antara bapak/ibu dgn anaknya (inbreeding vertikal) atau kakak dgn adik (inbreeding horizontal).
2.    Linebreeding adalah penyilangan jantan dan betina yg masih mempunyai hubungan darah namun tidak terlalu dekat atau tidak sedekat hubungan dalam inbreeding. Yg masuk dalam kelompok penyilangan linebreeding antara lain kakek/nenek dgn cucu, paman/tante dgn keponakan (linebreeding vertikal) dan perkawinan antar sepupu (linebreeding horizontal).
Untuk mengetahui seberapa dekat hubungan antara kedua individu, bisa juga dihitung dengan menggunakan rumus "inbreeding coeficient" yg ditulis oleh Sewel Wright atau biasa disebut dengan Wright Formula". Untuk mengetahui rumus dan cara menghitung inbreeding coeficient bisa dicari di google.
3.    Outcrossing adalah penyilangan jantan dan betina yg tidak mempunyai hubungan darah sama sekali.
4.    Crossing adalah penyilangan jantan dan betina yg tidak mempunyai hubungan darah sama sekali, tetapi kedua-duanya merupakan burung hasil inbreeding. Crossing juga biasa disebut dengan istilah hibridanisasi (hybridization).
5.    Backcrossing merupakan bentuk lain dari linebreeding yaitu trah yg sudah kita miliki disilangkan dgn burunglain yg tidak ada hubungannnya lalu anaknya dicross balik dengan dalah satu burung dari trah milik kita. Penyebab kegagalan peternak pada umumnya disebabkan oleh kesalahan waktu melakukan backcrossing karena apabila dilakukan secara gegabah justru akan merusak trah yg sudah ada.

Kita coba bahas istilah tersebut satu persatu:
INBREEDING

1.   Beberapa aspek yg perlu diketahui dalam inbreeding adalah:
a.    Inbreeding akan menyebabkan apa yg disebut dengan inbreeding depression atau degenerative effects seperti kehilangan vitalitas, rentan terhadap penyakit, ukuran semakin kecil, infertilitas, sampai cacat fisik.
b.    Inbreeding tidak menambah traits baru kepada anaknya tetapi hanya mengumpulkan traits yg sudah ada pd indukan baik yg positif maupun yg negatif. Penambahan traits hanya dapat dilakukan melalui backcrossing.
c.    Inbreeding tidak menyebakan turunan menjadi jelek atau cacat, tetapi inbreeding akan memunculkan traits2 negatif pada indukan yg tidak muncul karena bersifat resesif. Traits2 negatif ini selanjutnya dikeluarkan dari ternak kita melalui proses sekeksi sehingga burung breeder kita hanya memiliki traits yg positif saja (desired traits).
d.    Tidak semua trah cocok utk inbreeding. Tetapi apabila kita memiliki indukan yg cocok utk inbreeding maka bisa dicoba dilakukan "double inbreeding". Kalau ini hasilnya juga bagus, maka peluang keberhasilan breeding semakin besar.
e.    Inbreeding hanya dapat dilakukan apabila disertai dengan proses seleksi yg sangat ketat. Anakan yg tdk memenugi standard harus segera "disingkirkan" dari program breeding.
f.     Burung hasil inbreeding hanya cocok untuk menjadi breeder sementara untuk mencetak racer harus melalui crossing, kecuali burung hasil inbreeding memperlihatkan vitalitas yg tinggi.
g.    Pada tahap awal inbreeding kemungkinan besar anakan yg harus disingkirkan cukup banyak (bisa lebih dari 50 %) , tetapi semakin lama jumlah yg diafkir akan semakin berkurang.
h.    Meskipun bisa dipelajari, namun Inbreeding lebih sulit dari linebreeding, dan karenanya sebagian peternak menghindari inbreeding. Sebagai alternatif, banyak peternak yg hanya menggunakan linebreeding meskipun proses pengumpulan traits lebih lambat tetapi lebih fleksible (banyak pilihan penyilangan) dan proses degenerative effect-nya berlangsung lebih lambat.

2.   Karena inbreding tujuannya adalah mencetak breeder, maka yg penting dalam seleksi adalah melakukan progeny test. Ada beberapa cara (rumus) melakukan progeny test agar obyektif.
Burung hasil inbreeding sepanjang memperlihatkan vitalitas yg bagus, sebaiknya juga dilakukan seleksi dengan cara performance test (dimainkan), tetapi apabila vitalitasnya tidak baik, maka sesuai tujuannya (mencetak breeder), maka yg langsung dilakukan progeny testing.
Kita lagi melakukan sample : 2 ekor betina saya sedang dipakai inbreed dan linebreed oleh teman dan ternyata vitalitasnya sangat baik. Kalau bagus akan dicoba double inbreed.
Keuntungan inbreeding adalah proses pengumpulan gen yg diinginkan bisa lebih cepat, namun kelemahannya juga banyak khususnya dalam bentuk degenerative effect atau inbreeding depression.

3.    Beberapa penulis menyarankan, apabila kita belum mahir menggunakan inbreeding lebih baik fokus kepada linbreeding saja. Meskipun pengumpulan gen lebih lambat, tetapi gejala munculnya degenerative effect juga lebih lambat. Keuntungan lain adalah lebih fleksibel dalam penyilangan dalam pengertian lebih banyak pilihan.
 4.   Utk melakukan linebreeding sebaiknya jangan terlalu jauh. Kalau kita gunakan inbreeding coeficient (IC) sebagai patokan, maka sebaiknya jangan menyilangkan yg IC-nya <3,125 karena pengumpulan gen akan lambat. Burung hasil linebreeding yg tidak terlalu dekat pada umumnya juga dapat menjadi racer.
 5.   Aplikasi linebreeding yg paling umum adalah 1 jantan dengan beberapa betina (polygamous mating). Disarankan, gunakan betina yg baik antara 3-5 ekor. Silangkan jantan tersebut dengan semua betina yg ada secara bergantian. Masing-masing betina sebaiknya ditetaskan minimal 4 kali sehingga tersedia pilihan yg cukup utk seleksi.
6.   Ambil 1 pasang yg paling baik dari hasil penyilangan dengan setiap betina. Utk anak yg jantan harus ditest dengan cara dimainkan.
7.   Betina yg menghasilkan anak2 paling jelek dan tidak merata dikeluarkan dari program breeding dan diganti dengan betina hasil penyilangan. Lakukan penyilangan secara horizontal diantara anak2 yg lolos seleksi (kakak tiri vz adik tiri/ 1 bapak lain ibu).
8.   Lakukan penyilangan vertikal dengan kakek/neneknya dng cucu2nya secara bergantian sampai ditemukan "the golden pair" (pasangan emas) atau pasangan yg paling cocok. Apabila kita ingin melestarikan darah jantan induk awal, maka lakukan perlu difokuskan penyilangan dengan jantan tersebut. Lakukan "pengocokan" (Kalau main kartu istilahnya stack the deck) sesering mungkin. Burung uyg terbukti menghasilkan turunan cenderung jelek dikeluarkan dari kandang breeding.
9.   Backcrossing pada intinya adalah varian dari linebreeding. Burung dari trah yg sudah ada disilang dengan trah lain yg juga hasil inbreeding/linebreeding lalu turunannya disilang balik dengan dengan trah yg sudah kita bangun. Dari hasil penelitian, burung2 juara di eropa sebagian besar merupakan hasil penyilangan 2 burung inbreed/linebreed atau yg biasa disebut hibridanisasi.
10.Backcrossing harus dilakukan dengan sangat hati2 dan sebaiknya apabila akan melakukan backcrossing burung yg digunakan sudah betul2 teruji bagus. Kesalahan atau ketidak hati-hatian dalam backcrossing akan membawa resiko program breeding yg dibangun menjadi berantakan. Memang kualitas trah kita hanya bisa bertambah baik kalau dilakukan backcrossing, tetapi sekali lagi kesalahan dalam backcrossing justru akan merusak trah yg sudah dibangun.
11.Dave Shewmaker menyarankan, daripada melakukan backcrossing lebih baik membuat trah baru (sub-family) yg merupakan gabungan 2 trah hasil inbreed/linebreed. Untuk bisa melakukan hibridanisasi minimal diperlukan 2 trah inbreed/linebreed.
 12.Apabila melakukan outcrossing untuk mencetak racer, disarankan menggunakan betina yg terbukti bagus. Namun demikian, karena kita hanya memainkan burung jantan, ada baiknya juga kita menggunakan jantan sebagai outcrossing sehingga kita bisa memilih jantan yg kinerja sudah teruji bagus.

CIRI – CIRI BETINA YANG BERKUALITAS SEBAGAI BREDER
Gen yg akan muncul ke permukaan adalah gen yg dominan atau gen resesif dari bapaknya ketemu dengan gen resesif dari ibunya.
Karakter burung dibagi menjadi dua : 
1.        Quantitative characters.
Quantitative character penurunannya secara intermediary
2.        qualitative characters.
 Qualitative characters (penampilan fisik) penurunannya sex-linked.
Memang ada betina yg disebut punya kemampuan "the nicking factor" (menurut Bishop) atau nicking combine ability (menurut Peters) yaitu betina yg kalau dijodohkan dengan jantan bagus anaknya cenderung bagus juga (tidak harus seperti bapaknya).
Menurut Bishop, ciri2 betina yg punya the nicking factor adalah eye sign-nya the violet (lihat bahasan eye sign) dan kakinya cenderung lebih besar dari kaki burung pada umumnya.
Menurut saya, betina yg punya the nicking factor itu sebetulnya juga betina yg memang pada dasarnya burung bagus (dari segi karakter dan ciri2 fisik). Bukan berarti betina jelek kalau punya the nicking factor anaknya selalu bagus atau seperti bapaknya. Betina bagus kalau dijodohkan dengan jantan bagus hasilnya akan cenderung bagus.
Itupun dengan catatan struktur gen kedua indukan adalah homogen dan dominan bagus.


 PENDAPAT BILA ANAK JANTAN 'KEBANYAKAN' MENGIKUTI ALUR INDUK PEREMPUAN

Memang betul banyak yg berpendapat bahwa karakteristik jantan "cenderung" menurun kepada anaknya yg betina dan sebaliknya. Penjelasan ilmiahnya bagaimana saya belum pernah baca.

Tapi yg saya tau adalah penurunan gen induk jantan dan betina kepada anak mengikuti hukum hereditas(heredity) yaitu anak mendapatkan 50 % gen nya dari bapak dan 50 % dari ibu. Mengenai gen bapak dan ibu mana yg akan menurun kepada anakannya tergantung dari struktur geno-type bapak dan ibunya. Di sini kita akan berhadapan dengan masalah gen heterozigot vs homozigot dan dominan dan resesif. Coeficient inbreeding anak jantan dan betina sama saja, yaitu sama-sama 50 %. jadi dari segi genetik, sebetulnya anak jantan dan anak betina sama. Masalahnya adalah kita tidak pernah tau bagaimana struktur geno-type dari induk jantan dan betina. Yang bisa kita lakukan adalah melakukan seleksi anakan yg mempunyai ciri-ciri pheno-typenya seperti indukannya. Dengan proses seleksi ini kita bisa mengumpulkan geno-type dari indukan yg menurun kepada anaknya.

Kalau dari ciri-ciri fisik (warna bulu, mata dll), pembelahan kromosom sel telur dan sperma dari indukan kepada anaknya setiap kali terjadi pembuahnan berlangsung secara acak. Bahkan tidak jarang ciri-ciri fisik dari kakek/neneknya yg terbawa oleh induk jantan atau induk betina bisa muncul kembali. Itu sebabnya anakan burung dari indukan yang sama bisa beraneka ragam.

Jadi perlu dibedakan penurunan ciri-ciri fisik atau penurunan geno-type?
 
METODE PENERAPAN BREEDING

1.        Sekali lagi perlu diingat bahwa sebelum memulai breeding, harus ditentukan kriteria/ciri-ciri burung yang ingin dihasilkan dari ternakan kita. Yang penting, jangan membuat kriteria yg terlalu banyak atau menciptakan burung yang serba bisa/sempurna. Kita harus realistis, bahwa tidak ada burung yang sempurna. Selain itu, jangan menambah kriteria yg tidak perlu seperti warna bulu, warna mata, dll. Burung bagus bisa warna apa saja. Kalau kita terlalu banyak membuat kriteria, maka program breeding sulit mencapai kemajuan.
2.        Setelah mendapatkan indukan yang sesuai dengan tujuan breeding, maka perlu diamati sedetail mungkin indukan tersebut mulai dari kualitas mata, bulu, tulangan, otot, dan lain-lain sampai hal-hal yang kecil. Ini penting untuk dijadikan alat seleksi.
3.        Setelah mencermati indukan, maka tentukan kriteria seleksi yang tepat.
4.        Lakukan seleksi secara ketat dan tegas. Prinsipnya "cull more, not less". Maksudnya menyingkirkan burung lebih banyak akan lebih bagus. Kalau kita tetap mempertahankan burung yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan kriteria yg sudah kita tetapkan, maka kemajuan breeding akan menjadi lambat. Yang sering terjadi adalah, keragu-raguan untuk menyingkirkan burung karena mengharap "siapa tau" akan bagus. Tujuan breeding adalah untuk mencetak indukan dan racer. Kita tidak memerlukan banyak indukan (breeder) oleh karenanya seleksi secara ketat tidak akan menjadi masalah. Setelah memiliki breeder yang bagus, mencetak racer akan menjadi lebih mudah. Sebaliknya, apabila breeder yg kita miliki kualitasnya tidak bagus, maka mencetak racer yang bagus menjadi sangat sulit. Jadi yang terpenting adalah mencetak breeder. Sebagai patokan, jumlah breeder yg kita butuhkan sekitar 10-20% dari jumlah racer yang ingin kita cetak.
5.        Pada tahap awal breeding, biasanya jumlah burung yg harus disingkirkan cukup banyak, tetapi semakin lama akan semakin berkurang. Hal ini disebabkan pada tahap awal breeding kemungkinan struktur gen indukan masih sangat heterogen (banyak gen resesif).
Dengan inbreeding, sifat negatif yg tidak terlihat pada indukan akan muncul pada turunannya. Anakan yg mempunyai ciri-ciri negatif inilah yang harus disingkirkan. Semakin heterogen struktur gen indukan, semakin banyak piyikan yang harus disingkirkan. Oleh sebab itu, akan lebih baik mengawali breeding dengan burung yg mempunyai hubungan darah.
6.        Sebelum anakan dijadikan breeder, perlu dilakukan pengetesan terlebih dahulu, khususnya test kemampuan breeding (progeny test). Nanti akan kita bahas bagaimana melakukan progeny test.
7.        Burung hasil inbreeding dan linebreeding pada umumnya tidak cocok sebagai racer karena vitalitasnya akan menurun. Untuk mencetak racer sebaiknya melalui crossing burung hasil inbreed dengan burung lain. Namun demikian apabila burung hasil inbreed atau linebreed mempunyai vitalitas yang baik bisa ditest sebagai racer.
8.        Berdasarkan penelitian, hasil penyilangan 2 burung hasil inbreed mempunyai kualitas yang lebih baik sebagai racer maupun breeder (hibridanisasi). Untuk itu, sebaiknya program breeding dimulai dengan membuat 2-4 trah yang berbeda disesuaikan dengan kemampuan masing-masing peternak. Tetapi jangan membuat lebih dari 4 trah karena hasil ternak kita akan kehilangan ciri khas.
9.        Inbreeding dan linebreeding tidak menambah karakteristik tetapi hanya melestarikan karakter yang sudah ada pada indukan. Oleh karenanya, program breeding selalu harus dimulai dengan kualitas indukan yg baik (the best VS the best). Penambahan karakter tertentu hanya bisa dilakukan dengan backcrossing.
10.     Peternak yang kualitasnya semakin lama semakin menurun pada umumnya disebabkan oleh kesalahan waktu melakukan backcrossing sehingga kualitas bibit generasi setelah backcrossing semakin menurun.
11.     Trah yang sudah dibangun harus tetap dijaga kemurniannya secara ketat dengan tidak melakukan back crossing kecuali burung yang akan dijadikan backcrossing sudah teruji lebih baik dari trah yang ada.
12.     Selalu membuat catatan yang rapi mengenai piyik yang dihasilkan dari suatu penyilangan (segi positif dan negatifnya) Dari catatan ini akan dapat ditentukan indukan yang paling bagus. Singkirkan indukan yang cenderung menghasilkan anak tidak memenuhi kriteria dan ganti dengan indukan yang baru dari hasil inbreeding dan linebreeding. Yang penting jangan hanya terpaku pada satu indukan saja, tetapi perlu dicoba indukan yg lain sebagai bagian dari proses regenerasi indukan.
 

Apa yg ditulis di atas dapat disimpulkan sbb:
a)        Mulai program breeding dengan kualitas indukan yang superior (sudah teruji).
b)        Buat kriteria seleksi yang akurat.
c)        Lakukan test secara konsisten dan singkirkan yg tidak memenuhi syarat.
d)        Lakukan juga progeny test dalam proses seleksi.
e)        Buat catatan yang rapih dan akurat (positif dan negatif).
f)         Gunakan inbreeding dan linebreeding untuk menjaga kemurniah trah.
g)        Burung yg digunakan untuk lomba hanya hasil crossing saja.
h)       Jangan berhenti melakukan eksperimen dalam penyilangan untuk mendapatkan "pasangan emas".

 
 Teori itukan fungsinya hanya sebatas panduan saja yg implementasinya tentu harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing2.
Tapi kalau kita melakukan sesuatu tanpa menguasai ilmunya, itu namanya cuma untung2an aja alias trial and error.
Kata orang yg sudah berhasil dalam breeding, kunci keberhasilan breeding adalah menguasai pengetahuan (know-how) tentang breeding ditambah dengan SEDIKIT keberuntungan. Kalau cuma mengandalkan keberuntungan aja kayaknya repot, seperti orang ma
in judi saja.

Teori itu juga gunanya untuk meminimalisir ketidak pastian.
Hanya kadang2 kita menemukan orang2 yang meng-claim anti-teori atau mencibirkan teori. Tapi banyak orang yg demikian itu sebetulnya hanya untuk menutupi ketidaktauannya tentang teori itu. Dia lupa bahwa kita di sekolah juga belajar teori. Iptek bisa maju awalnya juga dari teori.

teori harus diuji dengan praktek. Yg juga penting waktu kita mengaplikasikan teori itu harus diamati betul dan dicatat. Karena reaksi setiap trah terhadap suatu penyilangan tertentu tidak selalu sama. Ada yg burung memberikan reaksi bagus terhadap inbreeding vertikal atau horizontal, tapi banyak jg yg tidak cocok. Dalam crossing juga begitu. Harus diamati burung trah mana yg bereaksi bagus disilang dgn trah tertentu.
Breeding hanya akan berhasil kalau dilakukan dengan kesabaran dan ketekunan.

 MENILAI EKSPRESI WAJAH MERPATI

Masalah paling sulit memilih burung adalah menilai karakternya. Banyak pendapat yang mencoba menghubungakan ciri-ciri fisik untuk menilai karakter, tetapi tidak ada yang konsisten. Orang2 bule juga sama saja dengan kita yg berusaha mencari "sign" tertentu, termasuk "eye sign", untuk mengetahui karakter burung. Tapi pada umumnya berpendapat bahwa karakter, termasuk kecerdasan, dapat dideteksi dari ekspresi wajahnya. Yang akan kita bahas adalah menilai karakter merpati pos. Apakah ini berlaku untuk merpati tinggian dan balap di Indonesia. Tetapi yang jelas, para pemain merpati Indonesia juga menilai karakter dari ekspresi wajahnya. Kita sering mendengar istilah mukanya "kejem" dll.
Menurut Seteven van Breemen, burung yang punya karakter kuat kalau dilihat dari depan (paruh menghadap muka kita dengan posisi sejajar dengan mata kita) akan memperlihatkan ekspresi seperti burung hantu (owlface) dengan mata terkesan masuk kedalam. menurut saya, ini sejalan dengan pendapatnya Brian Vicklers (lihat gambar no 5 pada teori eye sign) dimana mata yang bagus posisi circle of correlation akan terlihat lebih dalam dari iris-nya (pupil dan circle of correlation seperti masuk). Kesan ini timbul karena iris dengan gelombang lebih nyata dan pupil yang kecil.
Menurut Breemen, burung yang punya karakter juga kalau dipegang akan berontak (tipe wringler). Berontak di sini bukan berarti liar atau gesit, tetapi burung tersebut tidak mau dikekang.
Terus terang saya tidak dpt memastikan apakah pendapat Bremeen ini berlaku 100% untuk merpati Indonesia. Saya kira yang penting adalah kita perlu sering mengamati ekspresi wajah burung2 yg punya karakter bagus. Dengan cara demikian, kita akan terbiasa menilai karakter dengan melihat ekspresi wajahnya.

by. Janoko Mozart Bf
 Cp. 087733991995

5 komentar: